Semakin Kaya dalam Kemurahan
Ditulis oleh: Pnt. Miranda S. Goeltom
Foto: Shutterstock
Dunia saat ini sedang menghadapi suatu keadaan yang unprecedented, belum pernah terjadi sebelumnya. Barangkali dalam sejarah, belum pernah seluruh dunia berperang terhadap musuh yang sama, Pandemic Covid-19. Semua lapisan masyarakat, seluruh penjuru dunia, tanpa terkecuali, dapat terkena dampak pandemic virus ini. Mulai dari figure terkemuka seperti Pangeran Charles, PM Merkel, Menteri Budi Karya, aktor Tom Hanks, hingga mereka yang tidak terkenal, semua terdampak. Dampaknya pun sangat meluas, multi faceted. Kegiatan ekonomi terganggu, kegiatan sosial terkendala, bahkan kegiatan spiritual keagamaan pun ikut terdampak. Secara ekonomi, Harga Saham, penjualan eceran, pabrik, restoran dan banyak lainnya, semuanya terkena imbas. Kegiatan ekonomi terhenti mendadak, pengangguran masif di depan mata, dan kehancuran ekonomi rumah tangga membayangi setiap keluarga. Bayangan akan ketidak mampuan menyediakan pangan keluarga atau membiayai sekolah anak, serta kegagalan memenuhi pembayaran cicilan hutang, menghantui pikiran banyak orang yang terdampak PHK. Warung makanan yang tidak ada pengunjung, penjual barang klontong yang kehilangan pembeli, dan kegiatan yang terhambat, menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi banyak orang terutama pekerja harian. Pemerintah memperkirakan bahwa hingga 20 April 2020, penyebaran Covid-19 telah berdampak kepada lebih dari 2 juta pekerja.
Foto: metropolitan.id
Dengan belum ditemukannya vaksin yang tepat, serta proses penularan yang demikian cepat, diperkirakan dampak Covid-19 terhadap perekonomian akan cukup panjang. Skenario optimistic memperkirakan akselerasi penularan akan mengalami puncak pada bulan Mei sehingga di bulan Juli penularan mulai mereda. Namun, pemulihan kehidupan perekonomian akan berjalan lamban sekali dan masih terus berlangsung hingga akhir tahun. Ini berarti, penghematan dan kemampuan mengatur keuangan sangat menentukan ketahanan keluarga dan perusahaan. Lalu, apa yang harus kita perbuat dalam masa penuh pergumulan seperti ini? Bagaimana sikap kita melihat orang-orang yang terdampak di sekeliling kita yang nasibnya lebih buruk lagi? Apakah kita tidak terdorong untuk mengulurkan tangan? Sebagian dari kita yang diberkati Tuhan dan memiliki kemampuan untuk berbagi, tentu seharusnya terpanggil untuk menolong orang-orang yang kesusahan, baik berupa donasi dana secara langsung maupun melalui gereja atau organisasi lainnya, maupun bantuan tenaga ataupun pemanfataan network yang dimiliki.
Tapi bagaimana dengan mereka yang pendapatannya berkurang, dan bahkan kehilangan pendapatan sama sekali? Pasti banyak yang akan berkomentar “Membantu orang? Wong saya sendiri tidak cukup kok”….. “ Berbagi? Apa yang mau dibagi? Kami saja tidak tahu minggu depan mau makan apa”
Benar, berbagi adalah kata yang mudah untuk diucapkan, tetapi tidak semudah itu untuk dijalankan. Namun, mari kita membuka Alkitab, 2 Korintus 8 ayat 1 – 15, dimana tercermin gambaran luar biasa tentang kerinduan anak Allah untuk berbagi kasih, meski dalam kekurangan.
Dalam 2 Korintus 8 ayat 1 – 5, Paulus menggambarkan respons Jemaat-jemaat di Makedonia untuk membantu jemaat yang terkena bencana kelaparan di Yerusalem: “Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan”. (2 Korintus 8 :2).
Sungguh menyentuh sanubari kita, bukan? Mengapa? Karena mereka adalah orang-orang yang hidup menderita dan sangat miskin, tetapi tidak masalah untuk berbagi kasih. Bahkan mereka dapat memberikan bantuan lebih dari yang diharapkan (ayat 5). Karya Yesus hidup untuk memberi diri itu, dihayati dan disyukuri, lalu ditanggapi oleh jemaat Makedonia. Tampaknya, mereka merasa justru merasa kaya dalam kemurahan. Mereka miskin harta tapi kaya dalam kasih.
Sementara jemaat Korintus yang sangat kaya harus diingatkan terlebih dahulu oleh Paulus: “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami–demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini” (ayat 7). Peringatan ini diberikan karena sebenarnya jemaat Korintus sudah berkomitmen untuk membantu tetapi mereka lalai (ayat 10 – 11).
Paulus melakukan itu untuk membangun kesadaran jemaat-jemaat Kristen untuk saling peduli dan dengan demikian lebih seimbang. Yang miskin harus ditolong, yang kaya harus berbagi. Yang berkecukupan diajak mensyukuri lebih lagi. Semuanya harus mensyukuri kasih karunia Allah.
Pelajaran apa yang dapat kita tarik dari kedua jemaat ini?
Foto: ANTARA/Suwandhy
Jemaat Makedonia tidak berkelebihan, bahkan kekurangan, tetapi di dalam kekurangan itu mereka mengikuti teladan Kristus untuk berbagi kasih. Kekayaan tidak hadir dalam kelebihan melainkan dalam kekurangan. Ternyata, meski mereka berkekurangan tapi mereka bisa memberi, dan mereka merasa kaya.
Jemaat Korintus kaya dan berpendidikan, tetapi mereka harus diingatkan bahwa memberi harus atas dorongan kasih, bukan karena perintah atau paksaan (ayat 11-12). Pemberian kita dimaksudkan supaya ada keseimbangan yaitu tidak berlebihan dan tidak kekurangan serta diantara sesama jemaat ada kerinduan untuk saling melengkapi (ayat 13-15).
Belajar dari kedua jemaat ini, dalam masa PSBB seperti saat ini, bagaimana kita mau berbagi kasih?
Bagi yang masih memiliki kemampuan materi dan keuangan, yang masih dapat melakukan penghematan hingga ke titik cukup sandang dan pangan dan memotong semua pengeluaran lainnya, kiranya boleh mulai merenungkan dan menghitung berkat Tuhan yang sudah kita terima. Kita bisa berdoa dan mencari informasi kemana menyalurkan sebagian berkat Tuhan yang telah kita terima dan kita pun terberkati melalui berbagi dalam kasih. Berbagi materi, apalagi ditambah tenaga maupun pikiran, tidak akan pernah merugikan. Justru membuat kita semakin kaya, kaya akan kasih bagi sesama, seperti yang diajarkan bagi kita orang-orang percaya.
Dan bagaimana bagi mereka yang miskin dan kekurangan yang tidak dalam posisi berbagi materi atau uang? Tentu masih tetap dapat berbagi kasih, dalam berbagai bentuk non-materi. Kalau pelukan fisik tak dapat kita lakukan bagi mereka yang susah karena dibatasi dengan keharusan physical distancing, bagaimana dengan menyapa mereka dengan senyum dan doa? Bagaimana dengan menyediakan telinga yang mendengar? Bagaimana dengan berbagi pengetahuan melalui kecanggihan tehnologi masa kini? Bagaimana dengan menyumbangkan tenaga dengan membantu membagi-bagikan sembako atau bantuan yang disediakan gereja atau donatur lainnya?
Yakinlah, bahwa tiap persembahan yang kita beri itu berharga selama kita menaruh rasa hormat kita pada Allah di dalamnya. Masalah memberi, sesungguhnya bukan masalah banyak atau tidak, tetapi masalah mau atau tidak. Mau memberi adalah kerelaan memberi. Memberi dengan kerelaan inilah yang dimaksudkan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.
Semoga warga Jemaat Paulus yang beriman dan diberkati Tuhan dengan kecukupan, baik kecukupan materi maupun kecukupan kasih, tersentuh untuk sebanyak mungkin memberi bantuan bagi orang-orang berkebutuhan yang terdampak Covid-19, baik melalui gereja ataupun secara langsung.
Selamat jadi Bahagia dengan Memberi! Semakin kaya dalam kemurahan.
Amin.
Leave a Reply